TAKALAR -- Masyarakat Pemerhati Lingkungan
dan Hutan Indonesia (Mapalhi) Takalar mulai angkat bicara soal status
tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Balang. Mereka mendesak
Pemerintah Kabupaten Takalar untuk menutup TPA tersebut.
Alasannya, TPA di Lingkungan Balang, Kelurahan Bontokadatto, Polongbangkeng Selatan itu tidak layak. Sebab, belum memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.
Direktur Eksekutif Mapalhi Takalar, Faisal DM, menilai, penutupan lokasi TPA untuk sementara mutlak dilakukan. Sebab jika dipaksakan, akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak besar bagi masyarakat.
Tanpa amdal, lanjut dia, pemerintah tidak akan mampu melihat apa yang akan menjadi dampak di dalam tumpukan sampah tersebut. Sementara, sampah yang dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah, berpotensi melepas gas metan yang dapat meningkatkan efek rumah kaca.
Gas metan, jelasnya, sedianya akan menimbulkan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap terjadinya pemanasan global. Apalagi, katanya, saat rapat kerja beberapa waktu lalu, terungkap bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan di sumur-sumur milik warga. Sangat ironis jika pemerintah memaksakan untuk tetap membuka TPA Balang.
"Tutup TPA Balang. Limbah sampah itu sangat berbahaya bagi lingkungan, belum lagi mereka yang tinggal di sekitar lokasi TPA," kata Faisal yang ditemui, Senin, 17 Mei 2010.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Takalar, Haeruddin, belum berhasil ditemui. Telepon selulernya juga tak diangkat saat dihubungi, kemarin. Kendati demikian, di hadapan legislator, ia sudah berjanji untuk segera melakukan pengecekan di lapangan. Kepala Bagian Humas Pemkab Takalar, Basri Sulaeman, juga enggan berkomentar mengenai masalah ini. (abg)
Alasannya, TPA di Lingkungan Balang, Kelurahan Bontokadatto, Polongbangkeng Selatan itu tidak layak. Sebab, belum memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan.
Direktur Eksekutif Mapalhi Takalar, Faisal DM, menilai, penutupan lokasi TPA untuk sementara mutlak dilakukan. Sebab jika dipaksakan, akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak besar bagi masyarakat.
Tanpa amdal, lanjut dia, pemerintah tidak akan mampu melihat apa yang akan menjadi dampak di dalam tumpukan sampah tersebut. Sementara, sampah yang dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah, berpotensi melepas gas metan yang dapat meningkatkan efek rumah kaca.
Gas metan, jelasnya, sedianya akan menimbulkan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap terjadinya pemanasan global. Apalagi, katanya, saat rapat kerja beberapa waktu lalu, terungkap bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan di sumur-sumur milik warga. Sangat ironis jika pemerintah memaksakan untuk tetap membuka TPA Balang.
"Tutup TPA Balang. Limbah sampah itu sangat berbahaya bagi lingkungan, belum lagi mereka yang tinggal di sekitar lokasi TPA," kata Faisal yang ditemui, Senin, 17 Mei 2010.
Kepala Kantor Lingkungan Hidup Takalar, Haeruddin, belum berhasil ditemui. Telepon selulernya juga tak diangkat saat dihubungi, kemarin. Kendati demikian, di hadapan legislator, ia sudah berjanji untuk segera melakukan pengecekan di lapangan. Kepala Bagian Humas Pemkab Takalar, Basri Sulaeman, juga enggan berkomentar mengenai masalah ini. (abg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar